Thursday, June 11, 2015

ETIKA DALAM BERMASYARAKAT

Etika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari – hari. Seseorang yang beretika mampu mengontrol sikap dan tutur katanya terhadap orang lain. Etika yang umum berlaku disuatu Negara belum tentu dinegera lain disebut etika. Contohnya di Indonesia memberi atau menerima dengan menggunakan tangan kanan sedangkan di Negara Amerika member dan menerima dengan tangan kiri adalah hal yang wajar. Jadi etika juga timbul karena adanya lingkungan sekelilingnya. Etika sangat diperlukan dalam kehidupan sehari – hari. Seseorang yang beretika mampu mengontrol sikap dan tutur katanya terhadap orang lain. Etika yang umum berlaku disuatu Negara belum tentu dinegera lain disebut etika. Contohnya di Indonesia memberi atau menerima dengan menggunakan tangan kanan sedangkan di Negara Amerika member dan menerima dengan tangan kiri adalah hal yang wajar. Jadi etika juga timbul karena adanya lingkungan sekelilingnya.

Contoh pelanggaran etika bermasyarakat dan sanksi hukum yang berlaku diindonesia
1) Berkelahi

Pasal 156

Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. 



Pasal 182
Dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, diancam:
(1) barang siapa menantang seorang untuk perkelahian tanding atau rnenyuruh orang menerima tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian tanding;
(2) barang siapa dengan sengaja meneruskan tantangan, bilamana hal itu mengakibatkan perkelahian tanding.

TUGAS PENGGANTI ABSEN - ETIKA PENGGUNAAN PONSEL

Telepon seluler (ponsel) atau yang di Indonesia lebih populer dengan istilah "hape" sebagai perangkat telekomunikasi pastilah memiliki banyak manfaat. Teknologi ini memungkinkan kita berkomunikasi dengan mudah. Selain itu, ponsel masa kini, seperti smartphone telah memiliki berbagai fitur yang bermanfaat. Maka penggunaan ponsel secara tepat akan memiliki banyak manfaat positif. Namun penggunaan ponsel dgn tidak tepat bisa menyebabkan banyak masalah. Karena itu, bagaimana etika menggunakan ponsel?

1) Jangan menggunakan ponsel saat berkendara. Karena dapat mengalihkan konsentrasi ataupun bahkan menghilangkan konsentrasi sang pengemudi, baik kendaraan roda dua maupun roda empat.  Undang-Undang Lalu Lintas yaitu UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas. Di dalamnya terdapat pasal yang berhubungan dengan penggunaan ponsel yaitu Pasal 106 ayat 1 yaitu "Setiap pengendara wajib menjalankan kendaraannya dengan konsentrasi". Penggunaan ponsel bisa mengganggu konsentrasi dan menjadi faktor penyebab kecelakaan lalu lintas. Itu sebabnya penggunaan ponsel saat mengemudikan kendaraan bisa termasuk pelanggaran terhadap UU tersebut. Bahkan menurut penelitian, pengendara yang berbicara menggunakan ponsel di kendaraan sama lengahnya dengan orang yang sedang mabuk. Penggunaan ponsel tersebut antara lain : melakukan panggilan, menerima panggilan, mengetik sms, menjelajah internet, mendengarkan musik dan aktifitas lainnya yang menggunakan ponsel saat berkendara

Wednesday, June 10, 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 1999
TENTANG TELEKOMUNIKASI

Bab 1 Pasal 1 Poin 10 :
Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;

Penjelasan :
Menurut KBBI arti pemakai adalah yang memakai, yang menggunakan. Dalam hal ini, Bab 1 Pasal 1 Poin 10 yang berhubungan dengan telekomunikasi; pemakai dimaknai sebagai pelaku yang memakai atau menggunakan telekomunikasi namun tidak terikat pada kontrak yang mengikat dan disetujui kedua belah pihak yaitu pihak pemakai dengan pihak penyelenggara telekomunikasi, dapat diartikan pemakai bisa saja hanya sekali memakai atau menggunakan telekomunikasi ataupun pemakai hanya memakai atau menggunakan telekomunikasi di saat yang diperlukan sehingga pemakai dapat lebih bebas leluasa memakai atau menggunakan telekomunikasi. Bentuk pemakai tersebut antara lain:
1)      Perseorangan : dapat digunakan secara pribadi diri sendiri dengan satuan perorangan.
Contoh : Seseorang yang menjelajahi internet melalui telepon seluler miliknya tentu hanya dapat
2)      Badan hukum : dapat digunakan oleh setiap lembaga yang sudah terdaftar dan memiliki badan hukum yang disahkan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. BUMN, BUMS, Koperasi, Perseroan, CV dll.
Contoh : Suatu perusahaan membangun koneksi LAN yang menghubungkan setiap komputer di perusahaan itu yang dapat memudahkan berbagi data, hardware, komunikasi antar setiap karyawan,
3)      Instansi pemerintah : dapat digunakan oleh setiap badan lembaga negara unuk membantu jalannya pemerintahan dari pusat sampai ke daerah. Kementrian, Tingkat 1 provinsi, Tingkat 2 Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kelurahan, Puskesmas, TNI, POLRI dll.
Contoh : Untuk memantau kesiapan Pemilu 2014, Kapolri pada saat itu melakukan video conference dengan seluruh Kapolda di seluruh Indonesia.

Bab 3 Pasal 4 Ayat 3:
Dalam penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian di bidang telekomunikasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.

Penjelasan :
Menurut KBBI arti penetapan adalah proses, cara, perbuatan menetapkan, penentuan, pengangkatan, pelaksanaan. Dalam hal ini, Bab 3 Pasal 4 Ayat 3 yang berhubungan dengan telekomunikasi; berarti ada hal-hal yang harus ditetapkan atau ditentukan dalam bidang telekomunikasi yaitu antara lain :
1)      Kebijakan
2)      Pengaturan
3)      Pengawasan
4)      Pengendalian
Segala sesuatu yang ditetapkan dalam keempat hal di atas harus memperhatikan dengan perkembangan terbaru yang terjadi baik secara nasional maupun inteernasional

Friday, April 3, 2015

TUGAS KODE ETIK PROFESI


BAB V
PEJABAT YANG BERWENANG MENJATUHKAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 6
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah:
a.       Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden.
b.      Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Agung R.I.
c.       Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung R.I.
d.      Kepala Kejaksaan Tinggi bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi.
e.       Kepala Kejaksaan Negeri bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri.    

BAB VI
TATACARA PEMERIKSAAN, PENJATUHAN, DAN PENYAMPAIAN  PUTUSAN  TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 7
1)      Petunjuk adanya penyimpangan Kode Perilaku Jaksa diperoleh dari hasil temuan pengawasan melekat, pengawasan fungsional atau berdasarkan laporan pengaduan yang diterima oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif.
2)      Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif memanggil jaksa yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan. 
3)      Sejak dilakukan pemeriksaan, pimpinan satuan kerja wajib segera melaporkan kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
4)      Pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif Kode Perilaku Jaksa dilaksanakan oleh  :
a.       Jaksa Agung dan unsur Persaja bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden;
b.      Jaksa Agung Muda, pejabat eselon II pada masing-masing Jaksa Agung Muda yang terkait serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c.       Jaksa Agung Muda Pengawasan dan unsur Inspektur serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
d.      Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, para Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Tinggi;
e.       Kepala Kejaksaan Negeri, para Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Pembinaan serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Negeri.
5)      Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dilakukan secara tertutup dan putusan dibacakan secara terbuka. Putusan disampaikan kepada yang bersangkutan segera setelah dibacakan.
6)      Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 8
Dalam melakukan Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa, pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif dapat mendengar  atau meminta keterangan dari pihak lain apabila dipandang perlu.

Pasal 9
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal  6 huruf a dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain untuk memeriksa jaksa yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 10
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan dari dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan administratif yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang bersangkutan.

Pasal 11
1)      Kepada jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran Kode Perilaku Jaksa secara berturut-turut sebelum dijatuhkan tindakan administratif, hanya dapat dijatuhi satu jenis tindakan administratif saja.
2)      Kepada jaksa yang pernah dijatuhi tindakan administratif dan kemudian melakukan pelanggaran yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat dari tindakan administratif yang pernah dijatuhkan kepadanya.

Pasal 12
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan mengikat.

BAB VII
PENUTUP
Pasal 13
Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 14
Setiap pejabat yang dimaksud dalam pasal 6 wajib :
a)      berupaya dengan sungguh-sungguh agar Jaksa bawahannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
b)      melaksanakan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Kode Perilaku Jaksa.


KODE ETIK PROFESI


BAB V
PEJABAT YANG BERWENANG MENJATUHKAN TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 6
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif adalah:
a.       Jaksa Agung bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden.
b.      Para Jaksa Agung Muda bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Agung R.I.
c.       Jaksa Agung Muda Pengawasan bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung R.I.
d.      Kepala Kejaksaan Tinggi bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Tinggi.
e.       Kepala Kejaksaan Negeri bagi jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri.    

BAB VI
TATACARA PEMERIKSAAN, PENJATUHAN, DAN PENYAMPAIAN  PUTUSAN  TINDAKAN ADMINISTRATIF
Pasal 7
1)      Petunjuk adanya penyimpangan Kode Perilaku Jaksa diperoleh dari hasil temuan pengawasan melekat, pengawasan fungsional atau berdasarkan laporan pengaduan yang diterima oleh pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif.
2)      Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif memanggil jaksa yang bersangkutan untuk dilakukan pemeriksaan. 
3)      Sejak dilakukan pemeriksaan, pimpinan satuan kerja wajib segera melaporkan kepada atasannya secara berjenjang selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari.
4)      Pemeriksaan dan penjatuhan tindakan administratif Kode Perilaku Jaksa dilaksanakan oleh  :
a.       Jaksa Agung dan unsur Persaja bagi Jaksa yang menduduki jabatan struktural atau jabatan lain yang wewenang pengangkatan dan pemberhentiannya oleh Presiden;
b.      Jaksa Agung Muda, pejabat eselon II pada masing-masing Jaksa Agung Muda yang terkait serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas di lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c.       Jaksa Agung Muda Pengawasan dan unsur Inspektur serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas diluar lingkungan Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
d.      Kepala Kejaksaan Tinggi, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi, para Asisten dan Kepala Bagian Tata Usaha serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Tinggi;
e.       Kepala Kejaksaan Negeri, para Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian Pembinaan serta unsur Persaja bagi Jaksa yang bertugas dilingkungan Kejaksaan Negeri.
5)      Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dilakukan secara tertutup dan putusan dibacakan secara terbuka. Putusan disampaikan kepada yang bersangkutan segera setelah dibacakan.
6)      Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
Pasal 8
Dalam melakukan Sidang pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa, pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif dapat mendengar  atau meminta keterangan dari pihak lain apabila dipandang perlu.

Pasal 9
Pejabat yang berwenang menjatuhkan tindakan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal  6 huruf a dapat mendelegasikan wewenangnya kepada pejabat lain untuk memeriksa jaksa yang diduga melakukan pelanggaran terhadap Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 10
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa dapat berupa pembebasan dari dugaan pelanggaran Kode Perilaku Jaksa atau berupa penjatuhan tindakan administratif yang memuat pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa yang bersangkutan.

Pasal 11
1)      Kepada jaksa yang melakukan beberapa pelanggaran Kode Perilaku Jaksa secara berturut-turut sebelum dijatuhkan tindakan administratif, hanya dapat dijatuhi satu jenis tindakan administratif saja.
2)      Kepada jaksa yang pernah dijatuhi tindakan administratif dan kemudian melakukan pelanggaran yang sifatnya sama, terhadapnya dijatuhi tindakan administratif yang lebih berat dari tindakan administratif yang pernah dijatuhkan kepadanya.

Pasal 12
Keputusan Sidang Pemeriksaan Kode Perilaku Jaksa bersifat final dan mengikat.

BAB VII
PENUTUP
Pasal 13
Jaksa wajib menghormati dan mematuhi Kode Perilaku Jaksa.

Pasal 14
Setiap pejabat yang dimaksud dalam pasal 6 wajib :
a)      berupaya dengan sungguh-sungguh agar Jaksa bawahannya mematuhi Kode Perilaku Jaksa.
b)      melaksanakan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam Kode Perilaku Jaksa.


Wednesday, March 4, 2015

HUBUNGAN ANTARA ETIKA DAN KODE ETIK



“Dihubungkan dengan etika suatu kode etik dapat dikatakan mencakup usaha untuk menegakkan dan menjamin etika. Kode etik menimba kekuatan dari etika, tetapi juga memperkuatnya. Kode etik yang tertulis dapat menyumbang bagi pertumbuhan etika dan keyakinan etis bersama. Kode etik menuntut usaha bersama untuk semakin mengerti dan semakin melindungi nilai-nilai manusiawi  dan moral profesi .”(Liliana, 2003:76).

"Kode etik bisa dilihat sebagai produk etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis . Setelah muncul kehadiran kode etik, pemikiran etis tidaklah berhenti begitu saja dan tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi oleh refleksi etis. Kode etik yang  sudah ada, sewaktu-waktu harus dinilai kembali dan jika perlu direvisi atau disesuaikan." (Bertens K, Etika, 2010:22)